PENDAHULUAN
|
Acara Nyongkolan Dengan Kecimol |
A.
Latar Belakang
Masalah
I’lannunnikah
(mengumumkan pernikahan) dalam suku Sasak
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
melakukan nyongkolan. Nyongkolan merupakan prosesi mengarak pengantin dengan diiringi oleh keluarga, kerabat,
teman dan tetangga dari pihak lelaki dan disambut oleh keluarga pihak perempuan.
Hal ini dilakukan biasanya
dengan berjalan
kaki (kadang dengan berkendaraan bila jauh) di jalan raya dari rumah mempelai
pria ke rumah mempelai
wanita atau dari jarak tertentu menuju
titik finish tertentu.
Acara ini dimeriahkan oleh
kelompok kesenian yang beraneka ragam, di antaranya Gamelan, Kecimol, Rudat, Gendang Bele’ dan
lain-lain yang semuanya khas kesenian suku sasak. Semua jenis kesenian ini menggunakan
alat-alat musik sehingga menarik perhatian masyarakat untuk menyaksikan
iring-iringan pengantin tersebut.
I’lanunnikah
menjadi sorotan penting dikalangan masyarakat, baik pada masyarakat umum maupun
masyarakat terpelajar karena pada
prosesi nyongkolan yang menggunakan alat kesenian kecimol (khususnya) sering dilakukan dengan berpakaian yang tidak menutup
aurat secara sempurna bagi perempuan (bahkan sering tasyabbuh (meniru)
dengan pakaian Hindu). Disisi lain juga sering mengarah pada melalaikan ibadah
shalat (khususnya shalat Ashar), mengganggu pengguna jalan raya dan lain sebagainya.
Melalui
makalah ini, kami mencoba menganalisis I’lanunnikah (mengumumkan
pernikahan) dengan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sasak dalam sudut pandang
islam, dengan demikian masyarakat mengetahui kedudukan hukumnya dalam islam
sehingga masyarakat bisa menjalankan kehidupannya sesuai dengan norma-norma
yang diajarkan islam.
B. Batasan
Masalah
Melihat
dari latar belakang masalah serta memahami pembahasannya maka penulis dapat memberikan
batasan-batasan pada:
-
Pandangan islam
dalam menilai I’lanunnikah (mengumumkan pernikahan) dengan menggunakan
kesenian kecimol pada masyarakat sasak.
C. Rumusan
Masalah
Masalah
yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
-
Bagaimana
pandangan islam dalam menilai I’lanunnikah (mengumumkan pernikahan)
dengan menggunakan kesenian kecimol pada masyarakat sasak.
D.
Tujuan Penulisan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
-
Mengetahui
pandangan islam dalam menilai I’lanunnikah (mengumumkan pernikahan)
dengan menggunakan kesenian kecimol pada masyarakat sasak.
E.
Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, khususnya masyarakat sasak untuk menambah kepemahaman dan pengetahuan
mereka tentang bagaimana sudut pandang islam dalam menilai I’lanunnikah pada
tradisi yang dilakukan sehingga masyarakat bisa menentukan cara yang tepat
didalam menjalankan semua aktifitas hidupnya dengan tanpa melanggar ajaran islam.
Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah
ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau pegangan didalam menanggapi
permasalahan-permasalahan yang berkaitan I’lanunnikah dengan menggunakan
kesenian kecimol dalam tradisi sasak.
PEMBAHASAN
A. Gambaran
Masalah
Untuk
memudahkan pembaca didalam memahami I’lanunnikah dengan nyongkolan
yang diiringi alat kesenian Kecimol pada masyarakat sasak,
terlebih dahulu kami gambarkan bagaimana proses prosesinya yang akan dirinci
penjelasannya dalam point-point berikut:
a.
Waktu Pelaksanaan
Acara ini
dilaksanakan antara Ashar sampai Maghrib, namun biasanya penabuh dan pemain
alat kesenian Kecimol bersama para peserta nyongkolan sudah
bersiap-bersiap dan berdandan sejak sebelum Ashar sehingga shalat Ashar
biasanya diakhirkan bahkan sering dilakukan di luar waktunya (qadho’).
b.
Tempat Pelaksanaan
Prosesi nyongkolan
dengan alat Kecimol ini dilakukan di jalan raya dan biasanya mengambil
jalan-jalan protokol (jalan utama). Hal ini dimaksudkan agar semakin banyak
orang yang dapat menyaksikannya.
c.
Peserta Nyongkolan
Peserta utama dari Nyongkolan
ini adalah kedua mempelai pria dan wanita yang diiringi oleh keluarga,
sahabat dan kawan-kawannya, dengan diiringi oleh kesenian sasak Kecimol ini.
d.
Pakaian
Peserta.
Dalam prosesi Nyongkolan
ini para peserta menggunakan pakaian adat Sasak. Peserta lelaki menggunakan
Kuace (baju atasan) jenis Godek
Nungke’ (baju seperti jas mini yang didesain sesuai dengan adat sasak),
biasanya berwarna hitam dan sarung Slewoq (kain khusus yang tidak
berjahit). Peserta laki-laki juga menggunakan Sapu’ (ikat kepala dengan motif
khusus). Adapun peserta perempuan, mereka menggunakan pakaian adat sasak yang
meliputi baju Kebaya’, baju Lambung
atau kadang yang lainnya. Kebaya’ masih menampakkan aurat si pemakai, dan
umumnya tipis dan transparan. Sedang Lambung pakaian adat tradisioanal
sasak, model lengan pendek dan lebar, ukuran panjang sebatas pusar sehingga
kadang perut bagian bawah pemakai terlihat.
e.
Kesenian Kecimol
Kecimol adalah salah satu jenis kesenian yang awalnya berasal
dari Desa Lenek Aik Mel Kabupaten Lombok Timur. Kesenian Kecimol menggunakan
alat-alat musik tradisional dan modern, biasanya pemusik terdiri dari delapan
(8) orang. Ia juga diiringi oleh seorang atau dua orang penyanyi. Kadang
juga menggunakan organ tunggal, disertai
dengan tarian, dansa dan joget yang biasanya tidak mempunyai corak tertentu (dansa bebas).
Alat musiknya terdiri dari Gendang Jidur (drum), drum band, seruling,
gitar dan lainnya.
B.
Kajian Hukum
a.
I’lanunnikah (Mengumumkan Perkawinan).
Di antara yang disunahkan didalam perkawinan
adalah i’lanunnikah (mengumumkan perkawinan). Dalam proses ini,
Rasulullah SAW bahkan membolehkan memukul Ad-Duf (sejenis rebana) . Berikut ini dinukilkan pendapat beberapa ulama mengenai i’lanunnikah
(mengumumkan perkawinan):
1)
Di dalam kitab Hasyiyah Al-Bujairimi alal Khathib, juz
10 halaman 18 disebutkan:
قَالَ السَّيِّدُ الرَّحْمَانِيُّ
: وَيُسَنُّ إظْهَارُ النِّكَاحِ وَإِخْفَاءُ الْخِتَانِ ، فَفِي الْحَدِيثِ :
{ أَعْلِنُوا النِّكَاحَ
وَاضْرِبُوا فِيهِ بِالدُّفُوفِ وَلَوْ فِي الْمَسَاجِدِ {
2)
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaily dalam kitabnya Fiqhul
Islamy wa Adillatuha (VII/ 124) cetatakan ketiga, tahun 1989 oleh
Percetakan Darul Fikri disebutkan:
يستحب للزواج ما يأتي
إعلان الزواج والضرب بالدف لقوله صلى الله عليه وسلم"
أعلنوا النكاح " وفى رواية الترميذى عن عا ئشة " آعلنوا النكاح واضربوا
عليها بالغربال اى بالدف والنسائ "فصل ما بين الحلال والحرام :الصوت والدف فى
النكاح ولا بأس بالغنإ المباح او الغزل البريءغير المخصص فى العرس لما روى ابن ما
جه عن عا ئشة انها زوجت يتيمة رجلا من الانصار وكانت عائشة فيمن اهداها الي زوجها
قالت فلما رجعنا قال لنا رسول الله ما قلتم يا عا ئشة ؟ قالت سلمنا
ودعونا بالبركة ثم انصرفنا فقال
ان الأنصار قوم فيهم غزل الا قاتم
يا عائشة اتيناكم اتيناكم فحيانا وحياكم؟
3)
Sayid Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunah juz 3 hal 231
dibawah judul اعلان
الزواج beliau mengemukakan:
يستحسن شرعا اعلان الزواج ليخرج بذلك عن نكاح السر المنهي
عنه وااظهارا للفرح بما احل الله من الطيبات ..........والاعلان بما جرت به العادة
ودرج عليه عرف كل جماعة بشرط ان لا يصحبه محظور نهى الشارع عنه كشرب الخمر او
اختلاط الرجال بالنسأ ونحو ذالك :عن عا ئشة رضى
الله عنها ان النبي صلى الله عليه وسلم قال اعلنوا هذا النكاح واجعلوه فى المسجد
واضربوا عليه الدفوف ( رواه احمد
والترميذي وحسنه ) وروى الترميذى وحسنه والحاكم وصححه عن يحي بن سليم قال قلت
لمحمد ابن الحاطب ; تزوجت امرأتين
ما كان فى واحدة منهما صوت – يعني دفا – فقال محمد فال رسول الله صلي الله عليه
وسلم فصل ما بين الحلال والحرام الصوت بالدف
b.
Hukum Musik Dan Lagu
Dalam memutuskan sebuah hukum, termasuk
pada masalah musik dan lagu, apakah ia halal atau haram, harus benar-benar
berlandaskan dalil yang shahih (benar) dan sharih
(jelas). Di samping itu para ulama juga harus tajarud, yakni
hanya tunduk dan mengikuti sumber landasan Islam saja yaitu Al- Qur'an, Sunnah
yang shahih dan Ijma; tidak terpengaruh oleh watak atau kecenderungan
perorangan dan adat-istiadat atau budaya suatu masyarakat.
Sebelum
membahas pendapat para ulama tentang kedua masalah tersebut, maka perlu
didudukkan permasalahannya. Pertama, nyanyian dan musik dalam Fiqh Islam termasuk
pada kategori muamalah (urusan dunia) dan bukan ibadah. Dengan demikian ia
terikat dengan kaidah:
الأصل في المعاملة الإباحة إلا ما دل الدليل على منعه
Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah
halal (mubah), kecuali ada dalil yang melarangnya.
Kaedah ini didukung oleh firman Allah SWT:
qèd Ï%©!$#
Yn=y{
Nä3s9
$¨B
Îû
ÇÚöF{$#
$YèÏJy_
§NèO
Artinya:
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu" (QS Al-Baqarah 29).
Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Tsa’labah Al-Khusyani ra, Rasulullah SAW bersabda:
إن الله حد حدودا فلا تعتدوها وفرض لكم فرائض فلا تضيعوها وحرم أشياء فلا
تنتهكوها وترك أشياء من غير نسيان من ربكم ولكن رحمة منه لكم فاقبلوها ولا تبحثوا
فيها
Artinya:
"Sesungguhnya Allah telah menetapkan
kewajiban, janganlah engkau lalaikan, menetapkan hudud, jangan engkau langgar,
mengharamkan sesuatu jangan engkau lakukan. Allah juga membiarkan sesuatu,
sebagai rahmat untukmu dan tidak karena lupa, maka jangan engkau cari-cari
(hukumnya)' (HR
Ad-Daruqutni dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘Ala Ash-Shahihain, juz 16/
439, No. 7254)
Di dalam hadits lain yang diriwayatkan
oleh Salman RA Rasulullah SAW bersabda:
الْحَلاَلُ مَا
أَحَلَّ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ
وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
Artinya:
"Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan
dalam kitab-Nya. Dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya.
Sedangkan yang Allah diamkan maka itu adalah sesuatu yang dimaafkan" (HR At-Tirmidzi, 7/37. No. 1830)
Kedua, hukum nyanyian dan musik ada yang disepakati
kebolehannya dan ada yang diperselisihkan. Ulama sepakat membolehkan nyanyian
yang baik, menggugah semangat kerja dan tidak kotor, jorok dan mengundang
syahwat. Di samping itu lagu tidak dinyanyikan oleh wanita asing dan tanpa alat
musik. Menurut Jumhur ulama nyanyian
akan berubah menjadi haram dalam kondisi sebagai berikut:
1.
Jika disertai kemungkaran, seperti sambil minum
khomar, berjudi dan lain-lain.
2.
Jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti
menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
3.
Jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban,
seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dan lain-lain.
Secara umum para ulama mazhab memakruhkan
mendengar nyanyian. Madzhab Maliki, Asy-Syafi'i dan sebagian Hambali
berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Ia akan menjadi makruh yang
lebih berat jika mendengarnya dari wanita asing. Menurut Mazhab Maliki bahwa
mendengar nyanyian dapat merusak muru'ah. Adapun menurut Asy-Syafi'i ia
dibenci karena mengandung lahwu (perbuatan yang sia-sia dan melalaikan).
Sementara Imam Ahmad mengatakan bahwa saya tidak menyukai nyanyian karena
melahirkan kemunafikan dalam hati."
Adapun ulama yang menghalalkan nyanyian,
diantaranya: Abdullah bin Ja'far, Abdullah bin Zubair, Al-Mughirah bin Syu'bah,
Usamah bin Zaid, Umran bin Hushain, Muawiyah bin Abi Sufyan, Atha bin Abi
Ribah, Abu Bakar Al-Khallal, Abu Bakar Abdul Aziz, Al-Gazali dan lain-lain.
Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa para ulama menghalalkan bagi umat
Islam mendengarkan nyanyian yang baik-baik jika terbebas dari segala macam yang
diharamkan sebagaimana disebutkan diatas.
Adapun
alat musik dan mendengarkan nyanyian yang diiringi alat musik, maka para ulama
juga berbeda pendapat. Secara umum Jumhur ulama mengharamkan alat musik. Mereka
berhujjah dengan beberapa hadits shahih di antaranya hadits yang diriwayatkan
oleh Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari RA, bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ
الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
Artinya:
“Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang
menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan". (HR. Al-Bukhari, 18/447, No. 5590)
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lainnya dari Nafi bahwa Ibnu Umar RA
pernah mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telingannya dengan
dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Ia berkata:
"Wahai Nafi" apakah engkau dengar?". Saya
menjawab:"Ya". Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya
berkata:"Tidak". Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan
mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata: Saya melihat Rasulullah SAW
mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini
Adapun ulama yang menghalalkan
musik sebagaimana diantaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam
kitabnya, Nailul Authar adalah sbb: Ulama Madinah dan lainnya, seperti ulama
Dzahiri dan jama'ah ahlu Sufi memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun
dengan gitar dan biola". Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi
As-Syafi'i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja'far menganggap bahwa nyanyi
tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau
sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah
Amirul Mukminin Ali ra. Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada
Qodhi Syuraikh, Said bin Al Musayyib, Atho bin Abi Ribah, Az-Zuhri dan
Asy-Syathibi. Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya
yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki
budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata
disampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata: "Apa ini wahai sahabat
Rasulullah saw. Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi
kemudian berkata: Ini mizan Syami( alat musik) dari Syam?". Berkata Ibnu
Zubair: "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang". Dan diriwayatkan
dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan
nyanyian dengan alat musik.
Demikianlah
pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan
cermat, maka ulama muta'akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka
mengambil sikap wara’
(hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul dimasanya. Sedangkan ulama
salaf dari kalangan sahabat dan tabi'in menghalalkan alat musik karena mereka
melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur'an maupun hadits yang jelas
mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Para
ulama di antaranya Prof. Dr. Yusuf Al-Qardhawi memberikan beberapa nasihat yang
berkaitan dengan musik dan lagu, di antaranya:
1. Lirik Lagu yang
Dilantunkan. Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang
diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik
menurut syara‘, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut
syara‘, maka dilarang.
2. Alat musik yang
digunakan. Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang
berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan
kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat
musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada
dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur
ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun
alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda
pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu
diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara‘
seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang
Ditimbulkan. Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan
hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang
tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut
menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi‘ (menutup pintu
kemaksiatan) .
5. Aspek Tasyabuh.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri
kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus
dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak
dibenarkan. Rasulullah saw. Bersabda: Artinya:"Siapa yang menyerupai suatu
kaum maka ia termasuk mereka" (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang
menyanyikan. Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari
wanita yang bukan mahramnya. Sebagaimana firman Allah SWT.: Artinya: "Hai
isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik
"(QS Al-Ahzaab 32)
c.
Hukum Dansa
Berikut ini akan dibicarakan secara ringkas hukum yang
berkaitan dengan dansa. Masalah ini penting karena berkaitan dengan
permasalahan kesenian Kecimol yang selalu diikuti oleh dansa dan tarian
bebas. Mengenai dansa sendiri, para
ulama membagi menjadi dua. Pertama, dansa yang dibolehkan seperti dansa
seorang lelaki dalam upacara-upacara tertentu. Dansa ini dibolehkan dengan
syarat tidak membuka aurat, tidak menyakiti orang lain, tidak melalaikan dari
shalat atau kewajiban lainnya dan tidak menghilangkan muru’ah (kehormatan).
Di antara dalil
yang membolehkan jenis dansa seperti ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dan Muslim yang menyebutkan dansanya orang-orang Habsyah di
Masjid Nabawi pada hari raya. Rasulullah SAW sendiri menyaksikan dansa
tersebut, bahkan mengajak istrinya untuk ikut menyaksikannya. Imam al-Bukhari
dan Muslim meriwayatkan hadits dari Aisyah RA, beliau berkata, “Rasulullah SAW
masuk menemuiku dan aku sendang bersama dua gadis yang sedang bernyanyi. Beliau
berbaring di tempat tidurnya dengan memalingkan wajahnya. Abu Bakar RA masuk
kemudian memarihiku dan berkata, “Apakah permainan syaitan ada di rumah
Rasulullah SAW? Nabi SAW datang dan berkata, “Biarkan keduanya.”
Di dalam hadits
lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar RA,
bahwasanya orang-orang Habsyah bermain-main di sisi Rasulullah dengan anak
panah mereka. Umar RA masuk dan mengambil tongkat kemudian ingin memukul
mereka. Rasulullah SAW, “Biarkan mereka wahai Umar.”
Imam Ahmad
dalam Musnadnya meriwayatkan hadits dari Ali bin Abi Thalib RA, beliau berkata,
“Aku bersama Ja’far dan Zaid (bin Haritsah) mendatangi Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda kepada Zaid, “Anda adalah budakku (dalam riwayat lain
“saudaraku”) beliau kemudian hajal (melompat-lompat kegirangan). Beliau
berkata kepada Ja’far, “Anda adalah orang yang paling mirip dengan aku.” Ja’far
kemudian melompat-lompat kegirangan di belakang Zaid. Ketika menukil hadits
ini, Imam Al-Baihaqi dalam Sunannya menulis sebuah tajuk yang berbunyi:
)باب من رخص في الرقص
إذا لم يكن فيه تكسر ولا تخنث(
Termasuk dansa
yang dibolehkan adalah dansanya wanita di hadapan para wanita pada acara walimatul
‘ursy (pesta pernikahan). Dansa ini juga dibolehkan apabila tidak disertai
dengan kemungkaran-kemungkaran yang lainnya.
Adapun dansa
yang diharamkan adalah dansa-dansa yang dilakukan oleh para wanita-wanita yang
berprofesi sebagai penari, dengan melenggak lenggokkan badannya, yang dapat
membangkitkan birahi bagi lelaki yang menyaksikannya. Apalagi mereka juga
biasanya membuka auratnya bahkan hampir telanjang.
Termasuk dansa
yang diharamkan adalah berdansanya lelaki bersama perempuan. Demikian juga yang
dilakukan oleh para wanita di hadapan para lelaki dengan gerakan-gerakan
tertentu. Hal ini sangat bertentangan dengan firman Allah SWT yang
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan untuk
senantiasa menundukkan pandangannya kepada orang-orang yang bukan mahramnya,
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur:31)
C. I’lanunnikah Dengan Nyongkolan
yang Diiringi Kecimol
Berdasarkan
pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa melakukan I’lanunnikah dengan
nyongkolan yang diiringi oleh kesenian Kecimol seperti yang disebutkan
di awal kajian adalah diharamkan. Hal ini didasarkan kepada dalil dan
argumentasi berikut ini:
1.
Firman Allah
SWT:
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎtIô±t uqôgs9 Ï]Ïysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏGtur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ
Artinya:
“Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6)
Dalam
menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyebutkan riwayat daripada Abu
Ash-Shahba bahwasanya Ibnu Mas’ud RA ditanya mengenai maksud daripada lahwal
hadits dalam firman Allah SWT. Beliau menjawab al-ghina’. Demikian
juga yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Mujahid,
Makhul, Umar bin Abu Syu’aib, Ali bin Bazimah dan lainnya. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkaitan dengana lagu dan alat-alat musik. (Tafsir Ibnu Katsir,
juz 6 halaman 331).
2.
Hadits
Rasulullah SAW:
a. Hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Amir (Abu Malik) Al-Asy’ari RA bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda:
لَيَكُونَنَّ
مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
Artinya:
Benar-benar akan muncul
di tengah umatku, kaum yang menghalalkan perzinahan, sutera, khamar dan
alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari, juz 18/447, No. 5590)
b. Hadits
yang diriwayatkan oleh Imran bin Hushain RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
فِى
هَذِهِ الأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ « إِذَا ظَهَرَتِ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ
وَشُرِبَتِ الْخُمُورُ
Artinya, “Di
tengah umat ini akan terjadi gerhana, fitnah dan gempa. Seorang dari kaum
muslimin bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadinya semua itu? Beliau
menjawab, “Jika biduanita,
musik dan minuman keras dominan.” (HR. At-Tirmidzi, 8/414, No. 2373).
c. Dari
Abu Umamah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَنِى رَحْمَةً وَهَدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِى أَنْ
أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ وَالْكَبَارَاتِ - يَعْنِى الْبَرَابِطَ - وَالْمَعَازِفَ وَالأَوْثَانَ
الَّتِى كَانَتْ تُعْبَدُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ
Artinya:
Sesungguhnya Allah SWT
mengutusku sebagai rahmat dan pemberi petunjuk bagi semesta alam. Allah
memerintahkan kepadaku untuk menghancurkan seruling, drumb dan ma’azib
(alat-alat musik) lainnya. (HR. Ahmad, 48/325, No. 22875).
d. Diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
الدُّفُّ
حَرَامٌ وَالْمَعَازِفُ حَرَامٌ وَالْكُوبَةُ حَرَامٌ وَالْمِزْمَارُ حَرَامٌ.
Artinya:
Ad-Duf
haram, al-ma’azif haram, al-kubah (sejenis drumb) haram dan
seruling adalah haram. (HR. Al-Baihaqi, 2/223, No. 1529).
e. Diriwayatkan
juga oleh Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
إذا ظهر فى أمتى خمسٌ حلَّ عليهم الدمارُ
: التلاعنُ والخمرُ والحريرُ والمعازفُ واكتفاءُ الرجالِ بالرجالِ والنساءُ بالنساءِ
Artinya:
“Apabila muncul di
tengah umatku, maka mereka berhak mendapatkan kerusakan, yaitu saling melaknat,
khamar, (memakai) sutera, alat-alat musik dan laki-laki mencukupkan dirinya
dengan laki-laki (homoseks) dan wanita dengan wanita (lesbian).
(HR. As-Suyuthi dalam Jam’ul Jawami’ al-Kabir, 1/2683, No. 2343)
3.
Kaidah Ushul
Fiqh
إذَا
تَعَارَضَ الْمَانِعُ وَالْمُقْتَضِي قُدِّمَ الْمَانِعُ
“Apabila terjadi
pertentangan antara sesuatu yang melarang dan sesuatu yang memerintahkan, maka
didahulukan sesuatu yang melarang. (Al-Isybah wan Nazha’ir, 1/208)
Penjelasan Kaedah:
Ilannunnikah (mengumumkan
pernikahan) adalah sesuatu yang diperintahkan (al-muqtadhi), sementara
alat-alat musik adalah sesuatu yang diharamkan (al-mani’). Apabila
keduanya bertentangan, maka didahulukan larangan yang menggunakan alat musik.
4.
Nukilan Dari
Kitab Turats
Berikut ini dinukilkan sebagai perkataan para
ulama Mazhab yang mengharamkan musik, di antaranya:
1) Di dalam kitab Al-Majmu’
Syarah Al-Muhazzab juz 20 halaman 230 Imam An-Nawawi menyebutkan:
(فصل) ويحرم استعمال
الآلات التى تطرب من غير غناء كالعود والطنبور والمعزفة والطبل والمزمار، والدليل عليه
قوله تعالى (ومن الناس من يشترى لهو الحديث ليضل عن سبيل الله) قال ابن عباس انها الملاهي. وروى عبد الله ابن عمرو بن العاص أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال (إن الله حرم على أمتى الخمر والميسر والمزمار والكوبة والقنين) فا لكوبة الطبل
القنين البرط. وروى عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال (تمسخ أمة من أمتى
بشربهم الخمر وضربهم بالكوبة والمعازف) ولانها تطرب وتدعو إلى الصد عن ذكر الله تعالى وعن الصلاة والى اتلاف المال فحرم كالخم.
2) Di dalam Kitab Ihya
Ulumiddin juz 2 hal 267 , Imam Al-Ghazali menyebutkan:
قال الشافعى رحمه
الله إن الغناء لهو مكروه يشبه الباطل ومن
استكثر منه فهو سفيه ترد شهادته
-
قال القاضي ابو الطيب استماعه من المرأة التى ليست بمحرم له لا يجوز عند اصحاب
الشافعى بحال سواء كانت مكشوفة او من وراء حجاب وسواء كانت حرة او مملوكة
-
واما مالك قد نهى عن الغناء وقال اذا اشترى جارية فوجدها مغنية كان له ردها
وهو مذهب سائر اهل المدينة الا ابراهيم ابن سعد وحده
-
واما ابو حنيفة كان يكره ذلك ويجعل سماع الغناء من الذنوب
-
وكذلك سائر اهل الكوفغة سفيان الثورى وحماد وابراهيم والشعبي وغيرهم
-
وحكي عن الشافعي انه كان يكره الطقطقة بالقضيب ويقول وضعته الزنادقة ليشتغلوا
به عن القرأن
-
ونقل ابو طالب المكي اباحة السماع عن جماعة فقال سمع من الصحابة عبدالله ابن
جعفر وعبدالله ابن الزبير والمغيرة ابن شعبة و معاوية وغيرهم وقال قد فعل ذلك كثير
من السلف الصالح صحابي وتابعي باحسان
-
وقال لم يزل الحجازيون عندنا بمكة يسمعون السماع فى أفضل ايام السنة وهى الايام المعدودات التي
-
امرالله بها بذكره كأيام التشريق
-
الغناء لهو مكروه يشبه الباطل وقوله لهو صحيح ولكن اللهو من حيث انه لهو ليس
بحرام فلعب الحبشة ورقصهم لهو وقد كان صلى الله عليه وسلم ينظر اليهم ولا يكرهه بل
اللغو واللهو لا يؤاخذ الله به ( إحياء في باب السماع )
3)
Dalam Kitab Asy-Syarhul
Kabir, juz 12 halaman 48 Ibnu Qudamah
menyebutkan:
-
)فصل
في الملاهي) وهي على ثلاثة أضرب: محرم وهو ضرب الاوتار والنايات والمزامير كلها والعود
والطنبور والمعزفة والرباب ونحوها فمن أدام استماعها ردت شهادته لانه بروى عن علي رضي
الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال (إذا ظهر في أمتي خمس عشرة خصلة حل بهم البلاء)
ذكر منها إظهار المعارف والملاهي وقال سعيد ثنا فرج بن فضالة عن على بن يزيد عن القاسم
عن أبي امامة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (إن الله بعثني رحمة للعالمين وأمرني
بمحق المعازف والمزامير لا يحل بيعهن ولا شراؤهن ولا التجارة فيهن وثمنهن حرام) يعني
الضاربات
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
kepada kajian mengenai I’lanunnikah dan alat-alat musik, yang
berlandaskan kepada dalil-dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Kaedah Fiqhiyyah dan
ibarat (ungkapan) para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab Turats, maka
melakukan I’lanunnikah dengan nyongkolan yang diiringi dengan
Kecimol yang praktiknya seperti disebutkan pada gambaran masalah diatas
hukumnya adalah Haram.
B. Saran
§ Disarankan
kepada masyarakat untuk melakukan I’lanunnikah dengan cara-cara dan
aturan yang digariskan Islam.
§ Disarankan
kepada pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang nyongkolan yang
menggunakan Kecimol.
§ Disarankan
kepada Lembaga pendidikan dan dakwah untuk terus memberikan pemahaman yang
benar kepada masayrakat bagaiamana I’lanunnikah yang sesusi dengan ajaran
Islam.
§ Disarankan
kepada tokoh adat, budayawan, dan tokoh masyarakat untuk membuat awig-awig
(aturan-aturan lokal) yang mengatur pelaksanaan I’lanunnikah dengan nyongkolan.
DAFTAR
PUSTAKA
Az-Zuhaily, Wahbah, Fiqhul Islamy wa Adillatuha (cetakan
ketiga), Jakarta: Darul
Fikri, 1989.
Sabiq, Sayid, Fiqhus Sunah
Nawawi, Imam, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab
Ghazali, Imam, Ihya Ulumiddin,
Qudamah, Ibnu, Asy-Syarhul Kabir,
Hasyiyah Al-Bujairimi
‘Alal Khathib,